Rabu, 22 Februari 2017

Makalah Psikologi Sosial "Lesbian di Pesantren"

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1    Latar Belakang
Menurut Kunkel (Walgito, 2002) dalam Walgito (2010:13) menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Hal ini memungkinkan adanya interaksi sosial antarindividu di dalam suatu tempat dan waktu yang bersamaan. Interaksi sosial sendiri merupakan hubungan sosial antarindividu, kelompok, ataupun individu dengan kelompok.
Interaksi sosial dapat terjadi dimana saja seseorang berada. Salah satu tempat yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial adalah pesantren. Di dalam sebuah pesantren, selain diajarkan tentang kehidupan beragama oleh seorang kiai atau ustadz, manusia juga diajarkan berinteraksi dengan sesamanya oleh lingkungannya. Seorang individu jarang sekali menyadari bahwa sebenarnya di pesantren mereka juga diajarkan dan dibiasakan dengan proses-proses sosial, seperti kerja sama, saling menyapa, saling menghormati, perselisihan, dan pertengkaran, serta bentuk-bentuk dari sebuah interaksi sosial yang lain.
Interaksi dalam sebuah pesantren dibatasi hanya boleh dilakukan dengan sesama jenis (http://pondokpesantren.net). Peraturan itu dimaksudkan untuk mencegah adanya kontak fisik dengan kaum lain jenis. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan, “Janganlah seorang lelaki dan seorang wanita berdua-duaan bersama kerana Syaitan akan hadir sebagai orang ketiga.” (hadits riwayat Ahmad). Karena itulah, adanya pesantren juga dimaksudkan sebagai tempat menjaga kefitrahan dari lawan jenis. Namun, terlepas dari maksud tersebut, ada sebagian kelompok orang yang justru salah menanggapi peraturan tersebut. Karena terlalu fanatiknya peraturan tersebut, justru memunculkan sebuah penyimpangan di dalam pesantren, yaitu lesbian. Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan (https://id.wikipedia.org/wiki/Lesbian).

1. 2   Rumusan Masalah
a.       Mengapa seorang santri melakukan lesbian?
b.      Bagaimana gejala terjadinya lesbian?
c.       Bagaimana cara mengatasi lesbian di pesantren?
1. 3   Tujuan Penulisan Makalah
a.       Untuk mengetahui faktor terjadinya lesbian di pesantren.
b.      Untuk mengetahui gejala lesbian.
c.       Untuk mengetahui solusi lesbian di pesantren.










BAB II
TINJAUAN TEORI

2. 1    Pengertian Lesbian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (kbbi), lesbian adalah wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya (http://kbbi.web.id/lesbian). Sedangkan menurut survei terbaru dari gadis remaja dan wanita muda menemukan bahwa sekitar hampir 15% perempuan muda saat ini mengidentifikasi dirinya sebagai lesbian. Hal ini tentu telah menjadi salah satu bukti adanya gejala yang menunjukkan bahwa telah banyak individu yang menyadari bahwa dirinya cenderung menyukai sesama jenisnya.











BAB III
PEMBAHASAN

3. 1          Faktor Terjadinya Lesbian di Pesantren
Sebelum mengulas lebih jauh apa faktor terjadinya lesbian di pesantren, perlu diketahui bahwa lesbian merupakan kelainan secara seksual. Namun, beberapa orang menganggapnya bukan sebagai penyakit. Lesbian, bisa saja terjadi karena konsep diri yang kurang kuat sejak dini. Salah satunya karena penolakan dari lawan jenis. Sehingga seorang individu mempersepsikan dirinya tidak menarik dan ia cenderung meluapkan kerendahan dirinya terhadap orang yang peduli kepadanya. Dalam hal ini bisa saja teman sebangku saat sekolah, teman sekamar selama di pesantren, atau teman curhatnya. Ketika ia merasa nyaman ia menganggap perhatian dari temanlah yang ia butuhkan dan ia mempersepsikan diri bahwa ia tak lagi membutuhkan seorang pria dalam hidup. Hal itu merupakan konsep diri yang ia pakai dari pengalaman pahitnya.
Pengertian konsep diri sendiri ialah semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain (Brooks, 1971). Dari keterangan diatas, dapat diketahui bahwa salah satu faktor dari adanya lesbian tersebut adalah adanya konsep diri yang terbentuk dengan kurang baik.
Perilaku lesbian juga dapat dikaji dari teori social-learning Albert Bandura, yang dikenal teori modelingnya. Hal ini dapat terjadi karena individu melihat seseorang yang banyak menerima kasih sayang dan hidup bahagia dari seorang teman. Dengan kebahagiaan tersebut, individu tersebut akhirnya meniru kehidupan seperti itu. Hal tersebut juga bisa terjadi ketika ditempat tersebut memang sudah diwajarkan melakukan lesbian. Biasanya di sebuah pesantren tersebut memang sudah diwajarkan berhubungan dekat dengan teman. Tetapi sayangnya, kedekatan itu justru berarti sebuah rasa yang membahagiakan yang biasa disebut cinta.
Selain kedua faktor diatas, perilaku lesbian juga dapat terjadi karena adanya komunikasi yang relatif lebih sering daripada dengan teman pada umumnya. Teman selalu memberi pengaruh lebih karena dengan sering kali teman dapat memenuhi kebutuhan yang tiak bisa kita penuhi seorang diri atau bahkan dengan orang lain selain teman kita. Salah satu faktor lesbian selanjutnya, ialah adanya unsur compliance atau pemenuhan keinginan. Jika dikaji secara teori social influence, hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa prinsip compliance. Beberapa diantaranya yang memungkinkan terjadinya lesbian adalah The principle of reciprocity (pertukaran). Pelaku lesbian biasanya tidak berniat menyukai atau bertindak spesial untuk seorang teman perempuannya. Akan tetapi hal ini dapat terjadi karena prinsip pertukaran tersebut. Seperti contoh, sebelumnya ia telah diperlakukan baik dan spesial oleh seorang teman dan ia bertempat pada keadaan yang tak mungkin menolaknya. Ketika seorang teman tersebut meminta bantuan, maka akan sulit bagi kita untuk menolaknya karena adanya prinsip pertukaran tersebut. Contoh ini dapat kita lihat dari sebuah novel yang berjudul “The Secret of Two Sun”.

3. 2          Gejala Lesbian
Untuk mengenali gejala yang terjadi pada pelaku lesbian, masih sedikit sulit. Karena selain sulit dilihat dari segi fisik, pelakunya (wanita) juga pandai menyembunyikan apa yang dirasakannya. Pada umumnya mereka masih takut pada norma yang tak mendukung perilakunya. Mereka cenderung terbuka pada sesamanya, kepada lingkungan yang bisa menerimanya. Mengapa demikian? Karena tingkat kebutuhan menurut Abraham Maslow setelah kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan itulah yang diinginkan oleh pelaku lesbian setelah fisiologisnya terpenuhi oleh sesama jenisnya.
Menurut Prof Koentjoro PhD, Guru Besar Psikologi UGM. Lesbian sangat rentan mengonsumsi narkoba. Awalnya, hanya untuk berfantasi dan mencari sensasi. Hal tersebut dilakukan agar mengundang gairah bagi para lesbian lainnya (http://noretz-area.blogspot.co.id/2010/03/ciri-ciri-lesbian-dan-gay.html). Namun, seperti yang telah disebutkan diawal, mereka cenderung menyembunyikan identitas lesbinya, sehingga mereka hanya bertindak ketika dalam situasi yang memungkinkan.
Dalam sebuah artikel dijelaskan bahwa dalam sebuah hubungan lesbi, ada yang jadi butchy (laki-laki), ada yang jadi femme (perempuannya). Untuk mengenali ciri umumnya juga dapat dikenali lewat dua sisi, yaitu sisi butchy dan femme.
Ciri wanita lesbian dengan karakter butchy (laki-laki):
a)      Tomboy
b)      Memposisikan diri sebagai maskulin
c)      Posesif dan menunjukkan ketertarikan pada wanita
d)     Cenderung menggunakan style rambut cepak
Ciri wanita lesbian dengan karakter femme (perempuan):
a)      Berpenampilan dingin
b)      Ketergantungan terhadap pasangan
c)      Cenderung kurang mandiri dan sering cemas
d)     Jaga jarak dengan wanita yang bukan pasangannya

3. 3         Solusi Lesbian di Pesantren
Selain mencari solusi untuk pelaku lesbian, pencegahan untuk mereka yang belum terjerat lesbian juga perlu. Maka, tindakan pencegahan yang efektif adalah, sebagai berikut:
a)      Membentengi diri kita dan keluarga dengan iman dan taqwa kepada Allah Ta’ala
b)      Menanamkan dalam diri, keluarga, teman, dan warga masyarakat tentang bahayanya perilaku “Lesbian” baik bagi kesehatan, psikolgis, kehidupan sosial dan lain sebagainya.
c)      Jangan terlalu dekat berhubungan dengan sesama jenis. Apalagi dalam hal asmara.
d)     Ketika menghadapi kesulitan, lebih dekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Untuk penanganan lesbian di pesantren, sebenarnya bisa lebih mudah. Karena tempat dimana pelaku lesbian tinggal, adalah tempat seseorang belajar agama, lebih mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan penanganan lesbian paling efektif adalah dengan mendekatkan diri kepada yang Tuhan Maha Kuasa. Jika lesbian terjadi pada kaum nasrani, mereka akan lebih mudah menyembuhkan diri di gereja. Sedangkan untuk kaum muslim, yaitu pesantrenlah tempat yang terbaik.     










BAB  IV
PENUTUP

4.1                      KESIMPULAN
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku lesbian di pesantren. Adakalanya karena pengalaman di masa lampau, konsep diri yang kurang terbangun yang mengakibatkan dia melarikan diri pada dunia lesbian, juga dapat teradi karena proses modeling. Seseorang melihat lingkungannya dalam menentukan perilakunya. Selain itu juga dapat terjadi karena adanya “the principle of reciprocity” atau bisa disebut prinsip pertukaran yang merupakan salah satu prinsip dalam “compliance”. Sedangkan penanganan paling efektif untuk pelaku lesbian di pesantren adalah dengan melakukan kontak dengan Allah SWT.
4.2                      SARAN
Setelah membaca makalah ini kiranya penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi pedoman bagi seluruh pembaca, dan penulis menerima evaluasi, perbaikan, saran yang dapat membangun bagi penulis di kemudian hari.






Daftar Pustaka

Walgito, Bimo. 2010. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Andi Offset
Diakses pada 30 November 2016 dari http://pondokpesantren.net
Diakses pada 30 November 2016 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Lesbian
Diakses pada 30 November 2016 dari http://kbbi.web.id/lesbian
Diakses pada 1 Desember 2016 dari http://fiqh-sunnah.blogspot.com
Diakses pada 3 Desember 2016 dari http://cintalia.com/kehidupan/penyebab-lgbt



Tidak ada komentar:

Posting Komentar