BAB
I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Menurut Kunkel (Walgito, 2002)
dalam Walgito (2010:13) menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk
sosial. Hal ini memungkinkan adanya interaksi sosial antarindividu di dalam
suatu tempat dan waktu yang bersamaan. Interaksi sosial sendiri merupakan hubungan
sosial antarindividu, kelompok, ataupun individu dengan kelompok.
Interaksi sosial dapat terjadi
dimana saja seseorang berada. Salah satu tempat yang memungkinkan terjadinya
interaksi sosial adalah pesantren. Di dalam sebuah pesantren, selain diajarkan
tentang kehidupan beragama oleh seorang kiai atau ustadz, manusia juga
diajarkan berinteraksi dengan sesamanya oleh lingkungannya. Seorang individu
jarang sekali menyadari bahwa sebenarnya di pesantren mereka juga diajarkan dan
dibiasakan dengan proses-proses sosial, seperti kerja sama, saling menyapa,
saling menghormati, perselisihan, dan pertengkaran, serta bentuk-bentuk dari
sebuah interaksi sosial yang lain.
Interaksi dalam sebuah pesantren
dibatasi hanya boleh dilakukan dengan sesama jenis (http://pondokpesantren.net). Peraturan
itu dimaksudkan untuk mencegah adanya kontak fisik dengan kaum lain jenis.
Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan, “Janganlah seorang lelaki dan seorang
wanita berdua-duaan bersama kerana Syaitan akan hadir sebagai orang ketiga.”
(hadits riwayat Ahmad). Karena itulah, adanya pesantren juga dimaksudkan
sebagai tempat menjaga kefitrahan dari lawan jenis. Namun, terlepas dari maksud
tersebut, ada sebagian kelompok orang yang justru salah menanggapi peraturan
tersebut. Karena terlalu fanatiknya peraturan tersebut, justru memunculkan
sebuah penyimpangan di dalam pesantren, yaitu lesbian. Lesbian adalah
istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya
kepada sesama perempuan (https://id.wikipedia.org/wiki/Lesbian).
1. 2 Rumusan
Masalah
a. Mengapa
seorang santri melakukan lesbian?
b. Bagaimana
gejala terjadinya lesbian?
c. Bagaimana
cara mengatasi lesbian di pesantren?
1. 3 Tujuan
Penulisan Makalah
a.
Untuk mengetahui faktor terjadinya
lesbian di pesantren.
b.
Untuk mengetahui gejala lesbian.
c.
Untuk mengetahui solusi lesbian di
pesantren.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2. 1 Pengertian Lesbian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia
(kbbi), lesbian adalah wanita yang
mencintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya (http://kbbi.web.id/lesbian). Sedangkan menurut survei terbaru dari gadis remaja dan
wanita muda menemukan bahwa sekitar hampir 15% perempuan muda saat ini
mengidentifikasi dirinya sebagai lesbian. Hal ini tentu telah menjadi salah
satu bukti adanya gejala yang menunjukkan bahwa telah banyak individu yang
menyadari bahwa dirinya cenderung menyukai sesama jenisnya.
BAB
III
PEMBAHASAN
3. 1
Faktor
Terjadinya Lesbian di Pesantren
Sebelum mengulas lebih jauh apa faktor terjadinya
lesbian di pesantren, perlu diketahui bahwa lesbian merupakan kelainan secara
seksual. Namun, beberapa orang menganggapnya bukan sebagai penyakit. Lesbian,
bisa saja terjadi karena konsep diri yang kurang kuat sejak dini. Salah satunya
karena penolakan dari lawan jenis. Sehingga seorang individu mempersepsikan
dirinya tidak menarik dan ia cenderung meluapkan kerendahan dirinya terhadap
orang yang peduli kepadanya. Dalam hal ini bisa saja teman sebangku saat
sekolah, teman sekamar selama di pesantren, atau teman curhatnya. Ketika ia
merasa nyaman ia menganggap perhatian dari temanlah yang ia butuhkan dan ia
mempersepsikan diri bahwa ia tak lagi membutuhkan seorang pria dalam hidup. Hal
itu merupakan konsep diri yang ia pakai dari pengalaman pahitnya.
Pengertian konsep diri sendiri ialah semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain (Brooks, 1971). Dari keterangan
diatas, dapat diketahui bahwa salah satu faktor dari adanya lesbian tersebut adalah
adanya konsep diri yang terbentuk dengan kurang baik.
Perilaku lesbian juga dapat dikaji dari teori social-learning
Albert Bandura, yang dikenal teori modelingnya. Hal ini dapat terjadi karena
individu melihat seseorang yang banyak menerima kasih sayang dan hidup bahagia
dari seorang teman. Dengan kebahagiaan tersebut, individu tersebut akhirnya
meniru kehidupan seperti itu. Hal tersebut juga bisa terjadi ketika ditempat
tersebut memang sudah diwajarkan melakukan lesbian. Biasanya di sebuah
pesantren tersebut memang sudah diwajarkan berhubungan dekat dengan teman.
Tetapi sayangnya, kedekatan itu justru berarti sebuah rasa yang membahagiakan
yang biasa disebut cinta.
Selain kedua faktor diatas, perilaku lesbian juga
dapat terjadi karena adanya komunikasi yang relatif lebih sering daripada
dengan teman pada umumnya. Teman selalu memberi pengaruh lebih karena dengan
sering kali teman dapat memenuhi kebutuhan yang tiak bisa kita penuhi seorang
diri atau bahkan dengan orang lain selain teman kita. Salah satu faktor lesbian
selanjutnya, ialah adanya unsur compliance atau pemenuhan keinginan.
Jika dikaji secara teori social influence, hal ini dapat terjadi karena adanya
beberapa prinsip compliance. Beberapa diantaranya yang memungkinkan
terjadinya lesbian adalah The principle of reciprocity (pertukaran).
Pelaku lesbian biasanya tidak berniat menyukai atau bertindak spesial untuk
seorang teman perempuannya. Akan tetapi hal ini dapat terjadi karena prinsip
pertukaran tersebut. Seperti contoh, sebelumnya ia telah diperlakukan baik dan
spesial oleh seorang teman dan ia bertempat pada keadaan yang tak mungkin
menolaknya. Ketika seorang teman tersebut meminta bantuan, maka akan sulit bagi
kita untuk menolaknya karena adanya prinsip pertukaran tersebut. Contoh ini dapat
kita lihat dari sebuah novel yang berjudul “The Secret of Two Sun”.
3. 2
Gejala
Lesbian
Untuk
mengenali gejala yang terjadi pada pelaku lesbian, masih sedikit sulit. Karena
selain sulit dilihat dari segi fisik, pelakunya (wanita) juga pandai
menyembunyikan apa yang dirasakannya. Pada umumnya mereka masih takut pada
norma yang tak mendukung perilakunya. Mereka cenderung terbuka pada sesamanya,
kepada lingkungan yang bisa menerimanya. Mengapa demikian? Karena tingkat
kebutuhan menurut Abraham Maslow setelah kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan
akan rasa aman. Kebutuhan itulah yang diinginkan oleh pelaku lesbian setelah
fisiologisnya terpenuhi oleh sesama jenisnya.
Menurut Prof Koentjoro PhD, Guru Besar Psikologi UGM. Lesbian
sangat rentan mengonsumsi narkoba. Awalnya, hanya untuk berfantasi dan mencari
sensasi. Hal tersebut dilakukan agar mengundang gairah bagi para lesbian
lainnya (http://noretz-area.blogspot.co.id/2010/03/ciri-ciri-lesbian-dan-gay.html). Namun, seperti yang
telah disebutkan diawal, mereka cenderung menyembunyikan identitas lesbinya,
sehingga mereka hanya bertindak ketika dalam situasi yang memungkinkan.
Dalam
sebuah artikel dijelaskan bahwa dalam sebuah hubungan lesbi, ada yang jadi
butchy (laki-laki), ada yang jadi femme (perempuannya). Untuk mengenali ciri
umumnya juga dapat dikenali lewat dua sisi, yaitu sisi butchy dan femme.
Ciri
wanita lesbian dengan karakter butchy (laki-laki):
a) Tomboy
b) Memposisikan
diri sebagai maskulin
c) Posesif
dan menunjukkan ketertarikan pada wanita
d) Cenderung
menggunakan style rambut cepak
Ciri wanita lesbian dengan karakter femme
(perempuan):
a) Berpenampilan
dingin
b) Ketergantungan
terhadap pasangan
c) Cenderung
kurang mandiri dan sering cemas
d) Jaga
jarak dengan wanita yang bukan pasangannya
3. 3
Solusi Lesbian di Pesantren
Selain mencari solusi untuk pelaku
lesbian, pencegahan untuk mereka yang belum terjerat lesbian juga perlu. Maka,
tindakan pencegahan yang efektif adalah, sebagai berikut:
a) Membentengi diri kita dan keluarga dengan iman dan taqwa
kepada Allah Ta’ala
b) Menanamkan
dalam diri, keluarga, teman, dan warga masyarakat tentang bahayanya perilaku
“Lesbian” baik bagi kesehatan, psikolgis, kehidupan sosial dan lain sebagainya.
c) Jangan
terlalu dekat berhubungan dengan sesama jenis. Apalagi dalam hal asmara.
d) Ketika
menghadapi kesulitan, lebih dekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Untuk penanganan lesbian di pesantren,
sebenarnya bisa lebih mudah. Karena tempat dimana pelaku lesbian tinggal, adalah
tempat seseorang belajar agama, lebih mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan penanganan
lesbian paling efektif adalah dengan mendekatkan diri kepada yang Tuhan Maha
Kuasa. Jika lesbian terjadi pada kaum nasrani, mereka akan lebih mudah
menyembuhkan diri di gereja. Sedangkan untuk kaum muslim, yaitu pesantrenlah
tempat yang terbaik.
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku lesbian di
pesantren. Adakalanya karena pengalaman di masa lampau, konsep diri yang kurang
terbangun yang mengakibatkan dia melarikan diri pada dunia lesbian, juga dapat
teradi karena proses modeling. Seseorang melihat lingkungannya dalam menentukan
perilakunya. Selain itu juga dapat terjadi karena adanya “the principle of
reciprocity” atau bisa disebut prinsip pertukaran yang merupakan salah satu
prinsip dalam “compliance”. Sedangkan penanganan paling efektif untuk
pelaku lesbian di pesantren adalah dengan melakukan kontak dengan Allah SWT.
4.2
SARAN
Setelah membaca makalah ini kiranya
penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi pedoman bagi seluruh pembaca,
dan penulis menerima evaluasi, perbaikan, saran yang dapat membangun bagi
penulis di kemudian hari.
Daftar
Pustaka
Walgito,
Bimo. 2010. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Andi Offset
Diakses
pada 30 November 2016 dari http://pondokpesantren.net
Diakses
pada 30 November 2016 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Lesbian
Diakses
pada 30 November 2016 dari http://kbbi.web.id/lesbian
Diakses
pada 1 Desember 2016 dari http://fiqh-sunnah.blogspot.com
Diakses
pada 3 Desember 2016 dari http://noretz-area.blogspot.co.id/2010/03/ciri-ciri-lesbian-dan-gay.html
Diakses pada 3 Desember 2016 dari http://cintalia.com/kehidupan/penyebab-lgbt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar