BAB I
Pendahuluan
1.
1
Latar Belakang
Saat ini, telah
banyak obat-obat yang seharusnya hanya dipakai di bidang medis dan ilmu
pengetahuan, telah banyak beredar dan disalahgunakan oleh pihak-pihak tak
bertanggung jawab. Terlebih lagi, setelah menggunakan obat tersebut, akan sulit
bagi pemakainya untuk menghentikan pemakaiannya.
Masalah pelik
yang ada di Indonesia saat ini adalah tidak jarang para oknum dari instansi
pemerintahan itu sendiri merupakan pemakai obat-obat terlarang terebut. Selan
itu, pelajar juga merupakan pemakai obat-obat terlarang dalam jumlah yang
tinggi. (Nuralamiah, 1995) dalam (AD Purnomowardhani, 2000) menjelaskan bahwa tinjauan dari tingkat pendidikan
dan latar
belakang status ekonomi keluarga, berdasarkan hasil survei Dinas Penelitian dan
Pengembangan (Dislitbang) Polri memperlihatkan bahwa pemakai narkotika di
Indonesia secara nasional terbanyak dari golongan pelajar, baik SLTP, SLTA, maupun
mahasiswa, yang jumlahnya mencapai 70%, sedangkan yang lulusan SD hanya 30%,
dan sebagian besar dari mereka berasal dari golongan menengah keatas.
Beredarnya obat-obat
terlarang dalam jumlah yang tinggi sudah cukup merusak moral para petinggi,
generasi penerus, dan pihak-pihak penting Negara ini. Karena keprihatinan
tersebut, penulis akan membahas, mengenai ketergantungan obat dan mekanismenya
di dalam otak.
1.
2
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian kecanduan obat?
2. Bagaimana
mekanisme seseorang kecanduan obat?
1. 3
Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk
mengetahui pengertian kecanduan obat.
2. Untuk
mengetahui mekanisme seseorang kecanduan obat.
BAB II
Pembahasan
2.1
Pengertian
Kecanduan Obat
Ketergantungan
adalah situasi dimana pengunaan obat telah mengubah perilaku dan metode
pengguna, menciptakan kebutuhan untuk terus menggunakan atau mendapatkan dosis
lebih banyak. Kecanduan adalah kebutuhan kompulsif untuk menggunakan suatu zat
pembentuk kebiasaan, atau dorongan tak tertahankan untuk terlibat dalam
perilaku tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka makna ketergantungan
kurang lebih adalah sama dengan kecanduan atau ketagihan (http://laksmindrafitria.staff.ugm.ac.id/2016/06/27/mekanisme-ketergantungan-obat/)
Obat merupakan
senyawa kimia yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati
kondisi sakit. Obat adalah racun (drug is poison), sehingga penggunaannya
ditetapkan dan diatur dengan ketat oleh pihak-pihak yang kompeten dibidngnya,
yaitu apoteker dan dokter. Penggunaan tanpa anjuran, dapat berakibat jangka
pendek maupun jangka panjang. Efek sampingnya, tak hanya pada sistem
fisiologis, melainkan mempengaruhi perilaku dan kondisi psikologis.
Sebenarnya obat
yang dimaksudkan disini lebih kepada NAPZA. NAPZA merupakan singkatan dari kata
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. NAPZA adalah bahan atau zat yang apabila
telah masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkangangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial
(Depkes,2002).
Beberapa penggolongan
NAPZA adalah sebagai berikut:
Narkotika adalah suatu obat
atau zat alami, maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran,
menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran
yang menimbulkan ketergantungan akan zat tersebut secara terus menerus.
Sedangkan narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis
yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Wresniwiro dkk. 1999).
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat
atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari,
2006) adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena
merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah
amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut
dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulant lainnya adalah
halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat
terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine
merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan
kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam
waktu lama (https://www.scribd.com/doc/304385392/Makalah-Adiksi).
Zat adiktif lainnya adalah
zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat
membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang
mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.
Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam
narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik
seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).
Seperti dilansir dari
Tribun Jogja, 22 Mei 2016, menjelaskan bahwa kecanduan obat adalah suatu
penyakit otak kronis yang bersifat kambuhan dimana penderita akan terdorong
untuk mencari obat/alkohol dan menggunakannya, meskipun mengetahui bahayanya.
Mengapa dikatakan sebagai penyakit otak? Karena penyalahgunaan obat/ alkohol
dapat mempengaruhi struktur dan fungsi otak.
2.2
Mekanisme
Seseorang Kecanduan Obat
Informasi (dalam hal ini berupa
obat-obatan) yang diterima oleh alat indera maupun pikiran menjadi stimulus
untuk membangkitkan potensial aksi di otak. Impuls yang berupa pengalaman
menyenangkan menjadi motivasi yang akan ditransmisikan ke otak tengah dan
disimpan sebagai memori. Selanjutnya motivasi akan dibangkitkan sebagai
keinginan untuk melakukan sesuatu yang memberikan rasa senang/bahagia yang
disebut “reward”.
Motivation-reward sistem
berperan untuk membangkitkan motivasi dalam rangka kelangsungan hidup individu,
meliputi fungsi vegetative, reproduktif, dan sosial. Seperti contoh: kondisi
lapar akan memotivasi seseorang untuk makan. Setelah makan tubuh meras nyaman
dan ia mengingat-ingat bahwa kalau lapar ia akan makan supaya merasa nyaman.
Oleh karena makan adalah pengalaman yang menyenangkan baginya, maka ia akan
makan dan makan lagi untuk mendapatkan perasaan bahagia seperti yang pernah ia
alami.
Ketika seseorang merasa senang,
sel saraf (neuron) di otak tengah (ventral tegmental area, VTA) mensekresikan
dopamin yang mencetuskan rasa bahagia (rewarding effect). Dopamin akan
dibawa ke area memori (nucleus accumbens, NA) dan area belajar (prefrontal
cortex) yang menyebabkan perasaab bahagia tersimpan sebagai kenangan.
Kenangan indah akan menjadi motivasi bagi dirinya untuk dapat merasakan kembali
perasaan bahagia yang pernah dialami sebelumnya. Dengan kata lain, ia
tertantang untuk melakukan hal yang sama demi mendapatkan kebahagiaan sebagai reward
atas motivasinya. Dalam kondisi ini, ia akan mengingat-ingat cara yang pernah
dilakukannya ndan belajar untuk mengembangkan cara-cara tersebut sehingga ia
bisa mendapatkan reward lebih banyak daripada yang diperolehnya. Disinilah
mulai terjadi addiction.
Drug addiction
merupakan gangguan saraf pada motivation-reward sistem. NAPZA memiliki
mekanisme kerja yang sama dengan motivation-reward sistem alami, bahkan
mampu menggeser prioritas kebutuhan
dasar manusia dengan keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA lebih banyak. Akibatnya
orang tak dapat berpikir jernih, mau melakukan apa saja untuk mendapatkan efek
bahagia da kenikmatan menggunakan NAPZA.
Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, pengalaman menyenangkan menstimulasi neuron di otak tengah untuk
melepaskan dopamin. Secara alami, dopamin tak selamanya disekresikan. Pada
kondisi tertentu, tidak ada dopamin yang disekresikan. Harus ada stimulus untuk
mensekresikan dopamin yang disebut motivasi. Zat kimia dalam NAPZA mampu mempertahankan
dopamin sehingga perasaan bahagia akan selalu ada. Perasaan bahagia karena
NAPZA tersebut memotivasi si pengguna untuk mengkonsumsi NAPZA terus menerus
supaya sekresi dopamin menjadi lebih banyak lagi. Jadi, semakin banyak
mengkonsumsi NAPZA, maka semakin banyak dopamin dalam otak, sehingga semakin
bahagia seseorang, dikenal dengan istilah euphoria. Kondisi ini merusak sistem
alami karena tanpa NAPZA maka sistem saraf menjadi tidak sensitif sama sekali
terhadap dopamin. Oleh karena itu, pecandu mangandalkan NAPZA untuk sensitisasi
sistem sarafnya. Tanpa NAPZA ia tak bisa merasa bahagia. Seiring waktu,
kebutuhan NAPZA terus meningkat, mengakibatkan overdosis yang berujung pada
kematian.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kecanduan merupakan kebutuhan
kompulsif untuk menggunakan suatu zat pembentuk kebiasaan, atau dorongan tak
tertahankan untuk terlibat dalam perilaku tertentu. Zat pembentuk kebiasaan
yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah obat-obatan/NAPZA. Drug
addiction merupakan gangguan saraf pada motivation-reward
sistem. Dimana zat kimia dalam NAPZA mampu mempertahankan dopamin sehingga
perasaan bahagia akan selalu ada. Perasaan bahagia karena NAPZA tersebut
memotivasi si pengguna untuk mengkonsumsi NAPZA terus menerus supaya sekresi
dopamin menjadi lebih banyak lagi. Karena itulah, terjadi euphoria pada pecandu
NAPZA.
3.2 Saran
Dari uraian dalam makalah ini, penulis mengharapkan
pembaca dapat menggunakan ilmu dalam makalah ini dan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, penulis sadar bahwa makalah ini belum
sempurna, karena iu, penulis menerima kritik dan saran yang dapat mendorong
penulis untuk lebih baik lagi.
Daftar
Pustaka
Diakses pada 3 Desember 2016 dari http://farmasi.ugm.ac.id/files/piotribun/2016-5-22-527805Mengapa-orang-bisa-kecanduan-NAPZA.pdf
Diakses pada 4 Desember 2016 dari http://laksmindrafitria.staff.ugm.ac.id/2016/06/27/mekanisme-ketergantungan-obat/
Diakses pada 5 Desember 2016 dari https://www.scribd.com/doc/304385392/Makalah-Adiksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar