Rabu, 22 Februari 2017

Makalah Drugs Addiction & Reward Circuit In tHe Brain

BAB I
Pendahuluan

1. 1            Latar Belakang
Saat ini, telah banyak obat-obat yang seharusnya hanya dipakai di bidang medis dan ilmu pengetahuan, telah banyak beredar dan disalahgunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Terlebih lagi, setelah menggunakan obat tersebut, akan sulit bagi pemakainya untuk menghentikan pemakaiannya.
Masalah pelik yang ada di Indonesia saat ini adalah tidak jarang para oknum dari instansi pemerintahan itu sendiri merupakan pemakai obat-obat terlarang terebut. Selan itu, pelajar juga merupakan pemakai obat-obat terlarang dalam jumlah yang tinggi. (Nuralamiah, 1995) dalam (AD Purnomowardhani, 2000) menjelaskan bahwa tinjauan dari tingkat pendidikan dan latar belakang status ekonomi keluarga, berdasarkan hasil survei Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Polri memperlihatkan bahwa pemakai narkotika di Indonesia secara nasional terbanyak dari golongan pelajar, baik SLTP, SLTA, maupun mahasiswa, yang jumlahnya mencapai 70%, sedangkan yang lulusan SD hanya 30%, dan sebagian besar dari mereka berasal dari golongan menengah keatas.
Beredarnya obat-obat terlarang dalam jumlah yang tinggi sudah cukup merusak moral para petinggi, generasi penerus, dan pihak-pihak penting Negara ini. Karena keprihatinan tersebut, penulis akan membahas, mengenai ketergantungan obat dan mekanismenya di dalam otak.

1. 2            Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kecanduan obat?
2.      Bagaimana mekanisme seseorang kecanduan obat?



1. 3            Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian kecanduan obat.
2.      Untuk mengetahui mekanisme seseorang kecanduan obat.



























BAB II
Pembahasan

2.1               Pengertian Kecanduan Obat
Ketergantungan adalah situasi dimana pengunaan obat telah mengubah perilaku dan metode pengguna, menciptakan kebutuhan untuk terus menggunakan atau mendapatkan dosis lebih banyak. Kecanduan adalah kebutuhan kompulsif untuk menggunakan suatu zat pembentuk kebiasaan, atau dorongan tak tertahankan untuk terlibat dalam perilaku tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka makna ketergantungan kurang lebih adalah sama dengan kecanduan atau ketagihan (http://laksmindrafitria.staff.ugm.ac.id/2016/06/27/mekanisme-ketergantungan-obat/)
Obat merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati kondisi sakit. Obat adalah racun (drug is poison), sehingga penggunaannya ditetapkan dan diatur dengan ketat oleh pihak-pihak yang kompeten dibidngnya, yaitu apoteker dan dokter. Penggunaan tanpa anjuran, dapat berakibat jangka pendek maupun jangka panjang. Efek sampingnya, tak hanya pada sistem fisiologis, melainkan mempengaruhi perilaku dan kondisi psikologis.
Sebenarnya obat yang dimaksudkan disini lebih kepada NAPZA. NAPZA merupakan singkatan dari kata Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.  NAPZA adalah bahan atau zat yang apabila telah masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat, sehingga menyebabkangangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial (Depkes,2002).
Beberapa penggolongan NAPZA adalah sebagai berikut:
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungan akan zat tersebut secara terus menerus. Sedangkan narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulant lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama (https://www.scribd.com/doc/304385392/Makalah-Adiksi).
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).
Seperti dilansir dari Tribun Jogja, 22 Mei 2016, menjelaskan bahwa kecanduan obat adalah suatu penyakit otak kronis yang bersifat kambuhan dimana penderita akan terdorong untuk mencari obat/alkohol dan menggunakannya, meskipun mengetahui bahayanya. Mengapa dikatakan sebagai penyakit otak? Karena penyalahgunaan obat/ alkohol dapat mempengaruhi struktur dan fungsi otak.

2.2               Mekanisme Seseorang Kecanduan Obat
Informasi (dalam hal ini berupa obat-obatan) yang diterima oleh alat indera maupun pikiran menjadi stimulus untuk membangkitkan potensial aksi di otak. Impuls yang berupa pengalaman menyenangkan menjadi motivasi yang akan ditransmisikan ke otak tengah dan disimpan sebagai memori. Selanjutnya motivasi akan dibangkitkan sebagai keinginan untuk melakukan sesuatu yang memberikan rasa senang/bahagia yang disebut “reward”.
Motivation-reward sistem berperan untuk membangkitkan motivasi dalam rangka kelangsungan hidup individu, meliputi fungsi vegetative, reproduktif, dan sosial. Seperti contoh: kondisi lapar akan memotivasi seseorang untuk makan. Setelah makan tubuh meras nyaman dan ia mengingat-ingat bahwa kalau lapar ia akan makan supaya merasa nyaman. Oleh karena makan adalah pengalaman yang menyenangkan baginya, maka ia akan makan dan makan lagi untuk mendapatkan perasaan bahagia seperti yang pernah ia alami.
Ketika seseorang merasa senang, sel saraf (neuron) di otak tengah (ventral tegmental area, VTA) mensekresikan dopamin yang mencetuskan rasa bahagia (rewarding effect). Dopamin akan dibawa ke area memori (nucleus accumbens, NA) dan area belajar (prefrontal cortex) yang menyebabkan perasaab bahagia tersimpan sebagai kenangan. Kenangan indah akan menjadi motivasi bagi dirinya untuk dapat merasakan kembali perasaan bahagia yang pernah dialami sebelumnya. Dengan kata lain, ia tertantang untuk melakukan hal yang sama demi mendapatkan kebahagiaan sebagai reward atas motivasinya. Dalam kondisi ini, ia akan mengingat-ingat cara yang pernah dilakukannya ndan belajar untuk mengembangkan cara-cara tersebut sehingga ia bisa mendapatkan reward lebih banyak daripada yang diperolehnya. Disinilah mulai terjadi addiction.
Drug addiction merupakan gangguan saraf pada motivation-reward sistem. NAPZA memiliki mekanisme kerja yang sama dengan motivation-reward sistem alami, bahkan mampu menggeser prioritas  kebutuhan dasar manusia dengan keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA lebih banyak. Akibatnya orang tak dapat berpikir jernih, mau melakukan apa saja untuk mendapatkan efek bahagia da kenikmatan menggunakan NAPZA.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengalaman menyenangkan menstimulasi neuron di otak tengah untuk melepaskan dopamin. Secara alami, dopamin tak selamanya disekresikan. Pada kondisi tertentu, tidak ada dopamin yang disekresikan. Harus ada stimulus untuk mensekresikan dopamin yang disebut motivasi. Zat kimia dalam NAPZA mampu mempertahankan dopamin sehingga perasaan bahagia akan selalu ada. Perasaan bahagia karena NAPZA tersebut memotivasi si pengguna untuk mengkonsumsi NAPZA terus menerus supaya sekresi dopamin menjadi lebih banyak lagi. Jadi, semakin banyak mengkonsumsi NAPZA, maka semakin banyak dopamin dalam otak, sehingga semakin bahagia seseorang, dikenal dengan istilah euphoria. Kondisi ini merusak sistem alami karena tanpa NAPZA maka sistem saraf menjadi tidak sensitif sama sekali terhadap dopamin. Oleh karena itu, pecandu mangandalkan NAPZA untuk sensitisasi sistem sarafnya. Tanpa NAPZA ia tak bisa merasa bahagia. Seiring waktu, kebutuhan NAPZA terus meningkat, mengakibatkan overdosis yang berujung pada kematian.







BAB III
Penutup

3.1    Kesimpulan
Kecanduan merupakan kebutuhan kompulsif untuk menggunakan suatu zat pembentuk kebiasaan, atau dorongan tak tertahankan untuk terlibat dalam perilaku tertentu. Zat pembentuk kebiasaan yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah obat-obatan/NAPZA. Drug addiction merupakan gangguan saraf pada motivation-reward sistem. Dimana zat kimia dalam NAPZA mampu mempertahankan dopamin sehingga perasaan bahagia akan selalu ada. Perasaan bahagia karena NAPZA tersebut memotivasi si pengguna untuk mengkonsumsi NAPZA terus menerus supaya sekresi dopamin menjadi lebih banyak lagi. Karena itulah, terjadi euphoria pada pecandu NAPZA.

3.2    Saran
Dari uraian dalam makalah ini, penulis mengharapkan pembaca dapat menggunakan ilmu dalam makalah ini dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penulis sadar bahwa makalah ini belum sempurna, karena iu, penulis menerima kritik dan saran yang dapat mendorong penulis untuk lebih baik lagi.












Daftar Pustaka

Diakses pada 5 Desember 2016 dari https://www.scribd.com/doc/304385392/Makalah-Adiksi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar