BAB I
PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Masalah
Istilah adolescence
atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya,
adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi
dewasa” (Hurlock, 2012, h. 206). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik,
emosional, sosial dan mental. Pada masa ini anak masih cukup labil dalam
meyakini berbagai hal, sehingga kerap kali terjadinya penyimpangan sosial dalam
berbagai bidang juga terjadi pada masa remaja ini.
Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis,
kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007, h.20)
Menurut Piaget (121) dalam Hurlock (2012)
menjelaskan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa
dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkat yang
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. … Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan
dengan masa puber.… Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok…
Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan
untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Mardliya dalam www.kulonprogokab.go.id menjelaskan
bahwa memasuki masa remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan seksual,
maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk
dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan
terjadinya perubahan bentuk tubuh akan sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan
remaja. (http://www.kulonprogokab.go.id/v21/files/SEPUTAR-PERKEMBANGAN-PSIKOLOGIS-REMAJA.pdf)
Pada masa ini, remaja memiliki
minat-minat akan berbagai hal, salah satunya minat pada simbol status. Dimana simbol status itu sendiri merupakan simbol prestise yang
menunjukkan bahwa orang yang menyandang status tersebut lebih berhak atas suatu
hubungan yang dimilikinya, termasuk status berpacaran.
Menurut Guerney dan Arthur (Dacey & Kenney,
1997) pacaran adalah aktifitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda
jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangannya yang
tidak ada hubungan keluarga. Menurut
Erickson (dalam Santrock, 2003) pengalaman romantis pada masa remaja dipercaya
memainkan peran yang penting dalam perkembangan identitas dan keakraban.
Pacaran pada masa remaja membantu individu dalam membentuk hubungan romantis
selanjutnya dan bahkan pernikahan pada masa dewasa. Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan
pacaran adalah upaya mengenal karakter seorang yang dicintai, dilakukan dua
orang yang berbeda jenis kelamin yang belum menikah dan tidak memiliki hubungan
keluarga. (http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-pacaran-definisi-pada-remaja.html)
Jika pacaran hanya diartikan sebagai upaya pengenalan
karakter dua orang yang tidak saling berikatan darah dengan didasari rasa
cinta, mungkin tidak akan membawa pengaruh yang cukup buruk bagi remaja. Saat
ini, yang parah adalah remaja mengartikan hubungan pacaran disetarakan dengan
hubungan pernikahan. Pada masa remaja sudah sewajarnya remaja merasa bahwa
dirinya berhak atas aktivitas orang dewasa karena mereka merasa bukan lagi anak-anak.
Namun, mereka belum cukup tahu pula bahwa dirinya juga bukan orang dewasa,
melainkan pada masa peralihan.
Parahnya lagi, dalam www.antaranews.com disebutkan bahwa Sebanyak
19 persen dari 300 remaja Surabaya yang diteliti empat mahasiswa ITS menganggap
wajar berciuman saat berpacaran dan 36 persen juga menganggap wajar bila
berpelukan saat berpacaran. Dari penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa pola berpacaran remaja saat
ini sudah cukup mengkhawatirkan.
Karena itulah, penyusun memilih tema “Pengaruh Pendidikan
Seks untuk Remaja terhadap Perilaku Remaja Berpacaran”.
1. 2
Rumusan Masalah
1)
Apakah pendidikan seksual
berpengaruh pada perilaku remaja yang berpacaran
1. 3
Tujuan Penelitian
1)
Untuk mengetahui apakah ada
pengaruh pendidikan seksual terhadap perilaku remaja yang berpacaran
1. 4
Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
´ Mengetahui sejauh mana pendidikan seksual berpengaruh pada
perilaku remaja
´ Memenuhi tugas mata kuliah psikologi eksperimen
b. Bagi Remaja
´ Mengendalikan diri dari emosi sesaat yang mungkin saja terjadi
dalam hubungan berpacaran
´ Menjaga sikap dan perilaku meskipun menjalin hubungan dengan
lawan jenis
´ Lebih berhati-hati dalam bergaul
´ Dapat memilih jalan yang benar dalam hal pergaulan
c. Bagi Orangtua
´ Memahami putra-putri nya dalam hal pergaulan dan perkembangannya
´ Dapat lebih mengontrol pergaulan putra-putri nya
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2. 1
Pendidikan Seks (di sekolah)
Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, dan
pemberian informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan di
antaranya pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral,
etika, komitmen, agama agar tidak terjadi “penyalahgunaan” organ reproduksi
terssebut. Itu sebabnya , pendidikan seks dapat dikatakan sebagai cikal bakal
pendidikan kehidupan berkeluarga yang memiliki makna sangat penting. Para ahli
psikologi menganjurkan agar anak-anak sejak dini hendaknya mulai dikenalkan
dengan pendidikan seks yang sesuai dengan tahap perkembangan kedewasaan mereka.
Pendidikan
seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh yang dapat
dilanjutkan pada reproduksi seksualnya dan akibat-akibatnya bila dilakukan
tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat serta kesiapan mental dan
material seseorang.
2. 2
Remaja dan Pacaran
2. 2. 1
Remaja
Istilah adolescence
atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya,
adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi
dewasa” (Hurlock, 2012, h. 206). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik,
emosional, sosial dan mental. Pada masa ini anak masih cukup labil dalam
meyakini berbagai hal, sehingga kerap kali terjadinya penyimpangan sosial dalam
berbagai bidang juga terjadi pada masa remaja ini.
Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis,
kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007, h.20).
2. 2. 2
Pacaran
Menurut Wikipedia pacaran merupakan
proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian
kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat
dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam masyarakat yang terlibat.
Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani
hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat
dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Menurut persepsi yang salah, sebuah hubungan
dikatakan pacaran jika telah melakukan aktivitas-aktivitas seksual atau
percumbuan yang akhirnya fornikasi dilakukan oleh pasangan yang berpacaran. (https://id.wikipedia.org/wiki/Pacaran)
2. 3
Hipotesis
Ada pengaruh pendidikan
seks untuk remaja terhadap perilaku remaja berpacaran.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3. 1
Tipe dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan
tipe penelitian controlled field
experiment, dimana pengontrolan
pada variabel sekunder tidak secara ketat.
Desain untuk penelitian ini menggunakan pre-test
post-test control group design, dimana akan ada tes untuk kelompok
eksperimental sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Kelompok kontrol juga
akan menerima tes sebelum dan sesudah kelompok eksperimental menerima
perlakuan.
3. 2
Subjek Penelitian
3. 2. 1
Populasi
Penelitian ini diberlakukan
untuk kalangan yayasan Al Amien saja karena terkait dengan budaya yang ada di
lingkungan tersebut. Dimana MA ini dibawah naungan pondok pesantren Al Amien
itu sendiri.
3. 2. 2
Sampel
Sampel dari penelitian ini,
diambil dari siswa tingkat SLTA kelas X yang menyandang status berpacaran dengan metode Simple Randomize
(S-R).
3. 3
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
di MA Al Amien, Sabrang, Ambulu, Jember, dan dilangsungkan pada proses belajar
mengajar siswa menggantikan beberapa mata pelajaran yang sedang berlangsung
dengan izin dari pihak sekolah.
3. 4
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpuan data dengan cara pengisian questionnaire dan wawancara.
3. 5
Definisi Operasional
Variabel
Edukasi pendidikan seks di definisikan sebagai
cara yang digunakan oleh para orang tua muda untuk menyampaikan betapa
pentingnya hal itu di zaman sekarang dalam upaya menacapai tujuan memelihara
tegaknya nilai-nilai moral, guna mengatasi gangguan-gangguan psikis dikalangan
remaja, guna memberi pengetahuan orang tua dalam menghadapi perkembangan
anak-anak dan lain sebagainya.
3. 6
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan sesuai
dengan urutan berikut ini:
´ Pembagian sample menjadi dua kelompok, dimana kedua kelompok
tersebut adalah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
´ Pengumpulan data
awal, dengan pengisian questionnaire dan wawancara (baik wawancara secara personal
kepada responden ataupun kepada guru kelas dan teman responden)
´ Pre-test
´ Randomisasi :
memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen dan tanpa perlakuan pada kelompok
kontrol
´ Post-test
´ Analisis Data
3. 7
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah t-test.